ketika diantara

lagi lagi terjebak diantara pilihan pilihan,
yang menjadikannya lebih rumit adalah kali ini ia tidak memilih sendiri.
Tragis mungkin, tapi apakah ada yang bisa memberi solusi?

Semuanya kembali terdiam, tergugu, tergagap jika sesekali di todong dengan pertanyaan yang sama.
"apa ada yang lebih baik?"

Seperti bidan bidan yang lalu lalang di rumah sakit malam itu, serba terburu buru. Entahlah kali ini siapa yang ingin diselamatkan, barangkali diri mereka sendiri.
Belum cukup adu argumen yang selalu berakhir dengan tanpa kesepakatan kecuali mata yang sama sama sembab, belum habis segala alasan yang selalu diutarakan bahkan belakangan mulai ditekankan.
Dan semuanya telah berubah.
Entah siapa yang memulai.
Entah kapan dimulainya.

Mungkin gadis itu tak akan pernah cukup bijak untuk dianggap dewasa hingga diberi kebebasan memilih dengan tanpa perlu memaksa.
Mungkin wanita itu tidak pernah bisa menghilangkan bayang masa lalu yang akhirnya menjadi kekhawatiran luar biasa yang perlahan melukai ia dan gadisnya, tanpa disadari.

***
Di lembar kedua, pria itu menjalani hidupnya sendiri entah dengan cerita model apa.
Cinderella nya yang sibuk mencari sebelah sepatukah? Putri tidurnya yang tak pernah tersadar akan hal yang telah dimiliki? Atau mungkin ia tengah sibuk merayu ibunda agar tidak mengutuknya menjadi malin kundang.

***
Meja makan bundar berdiameter sekitar satu meter, dengan lima bangku di sekelilingnya yang terisi penuh tetap tak cukup ramai untuk mengalahkan pembicaraan ia dan pikirannya. 
Apakah kemudian ada yang bertanya apa yang dirasakan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar